In memorian my GrandMa

Just remembering my GrandMa (alm). Published in Exposure Magazine no.18 , January 2010.. in lens review ...




Greatest Tachyon

Introducing my digital photoworks at Tumblr...



Aku dan Ibu

Potret kesederhanaan dan cinta kasih seorang ibu di cagar alam Pangandaran ....
silahkan bercermin...



Canon EOS 450D | EFS 55-250 mm/f 3.5-5.6

Pantai Pangandaran

Autis Hunting At Wisata Malam Kota Tua Jakarta

Minggu, 11 Oktober 2009. Waktu menunjukkan pukul 17.00 sore. Entah mengapa keinginan untuk pergi hunting foto ke Kota Tua Jakarta begitu besar. Padahal biasanya waktu hunting ke kota tua adalah pagi hari antara pukul 6 - 9 pagi. Tak ada yang istimewa sore itu. Langitpun serasa datar tak berwarna. Semilir angin dingin mengiring awan mendung. Secara kasat mata, cemistry sore itu tak terlalu menarik buat hunting foto. Tapi berdasarkan pengalaman, mengikuti insting adalah salah satu jalan yg terbaik. Dengan harapan akan ada sesuatu menarik ketika diperjalanan atau ketika sampai di tujuan kelak. Setiap perjalanan selalu mengandung hikmah yang bisa dipetik.

Akhirnya, dengan mengendarai busway, sampai juga saya di kota tua. Waktu menunjukkan pukul 17.30 sore. Semburat cahaya jingga sudah mulai muncul di atap gedung-gedung tua disekitar Museum Fatahillah. Tak terlalu kentara memang.

Tadinya saya mengira situasi di kota tua pada sore hari akan lengang, sepi. Tapi ternyata saya salah. Ketika sampai di pelataran lapangan Museum Fatahillah, banyak sekali manusia berkumpul disana layaknya pasar kaget. Lelaki perempuan, tua muda, kaya miskin. Ada yang sekedar bercengkrama, melihat lihat, atau berfoto ria disekitar lokasi kota tua. Di beberapa sudut lapangan terlihat beberapa pedagang yg sedang menggelar dagangan beserta aksinya, dari mulai tukang obat sampai tukang sulap keliling. Sementara di sisi-sisi lainnya roda-roda para pedagang makanan dan minuman berjejer rapi mengapit Cafe Batavia yg ada di sudut lapangan. Saya baru mengerti situasi ini ketika melihat salah satu spanduk di pinggir lapangan Museum Fatahillah bertuliskan "Area Wisata Malam Kota Tua". Wow ternyata sekarang ada wisata malam di kota tua. Pantas ramai sekali.


Melihat situasi yang terlalu ramai dan tidak terlalu bersahabat untuk mengambil foto dengan komposisi yang bagus bahkan untuk sekedar candid karena suasana langit yang sudah mulai gelap, akhirnya saya mencoba meraba-raba memotret Museum fatahillah dengan mengabaikan detil di bawahnya untuk mengurangi kesan semrawut karena banyaknya orang. Tanpa tripod, berarti saya harus sedikit menahan nafas untuk agar foto tidak blur.


Museum Fatahillah Menjelang Senja

Setelah beberapa jepretan, adzan maghrib mulai terdengar berkumandang. Langitpun semakin kelam. Lampu-lampu di sekitar Museum fatahillah mulai dinyalakan. Suasana temaram. Ketika langit mulai benar-benar gelap kilau bangunan yang memantulkan cahaya lampu terlihat elok romantis. Pada saat itu saya baru mengerti, INILAH YANG SAYA CARI. Setelah kembali ke lorong yang menuju halte busway untuk menunaikan shalat maghrib, karena tidak menemukan mushala atau masjid yang lebih dekat, saya kembali ke area kota tua untuk mengambil foto night shot. Akhirnya kesampaian juga untuk bisa mengambil foto night shot setelah sekian lama ingin mencoba, di kota tua pulak :).

Dengan berbekal gorillapod setinggi 30 cm dan live viewnya EOS 450D, jadilah saya mencoba ilmu Slow Speed yang pernah saya lihat di beberapa galerry foto online. Awalnya saya dapat melihat dengan cukup jelas gambar objek yang akan di foto pada live view LCD kamera, tapi semakin malam dan untuk beberapa tempat yang kurang tersentuh penerangan lampu, susah sekali untuk melihat melalui live view, hanya bisa meraba-raba. Jepret, lihat hasil, ubah posisi kamera, jepret, lihat hasil.. dan begitu seterusnya, sampai saya mendapatkan foto yang saya inginkan.

Ada banyak objek yang bisa di foto di area wisata malam kota tua, dari mulai gedung gedung tua, aktifitas orang orang di sekitar kota tua, kafe batavia yang bertabur cahaya lampu temaram, ataupun jejeran sepeda tua yg besi tuanya berkilauan memantulkan cahaya lampu.

Suasana Di Sekitar Kota Tua

Kafe Batavia yang Bertabur Cahaya

Gedung Tua di sekitar Kota Tua

Salah Satu Pohon Di Lapangan Museum Fatahillah

Jejeran Sepeda Tua Yang Disewakan


NASRUDDIN KHOJA : just a comic strips


Banyak dari kita yang sering membaca kisah humor sufinya Nasruddin Khoja, tapi sedikit dari kita yang tahu bahwa Nasrudin Khoja adalah tokoh nyata seperti layaknya abu nawas.


Nasruddin Khoja lahir pada tahun 1208 di Desa Khortu dekat kota Sivrihisar (dekat Afyon) di bagian barat Central Anatolia di Turki. Dia pindah ke kota Akshehir pada tahun 1237 untuk belajar di bawah bimbingan ulama pada waktu itu, Sayid Mahmud Hayrani dan Sayid Haji Ibrahim. Ia menjabat sebagai Kadi, hakim muslim, dari waktu ke waktu sampai 1284 yang merupakan tanggal wafatnya. Nasrudin Khoja adalah seorang filsuf, bijaksana, seorang pria cerdas dengan selera humor yang baik. Cerita-cerita tentang nya telah tersebar kemana-mana, hampir keseluruh dunia, menyebar di kalangan suku-suku Turki Dunia dan ke dalam bahasa Persia, Arab, Afrika dan di sepanjang Jalur Sutra ke Cina dan budaya India , terakhir sampai juga ke Eropa. Tentu saja, semua cerita-cerita sekarang yang dinisbatkan kepada Khoja selama kurang lebih 700 tahunan tidak benar-benar berasal darinya. Kebanyakan dari cerita-cerita itu merupakan kumpulan humor yang tidak hanya berasal dari Turki tapi juga dari orang lain dibelahan dunia lainnya. Nasrudin Hodja, atau yang berarti guru Hoca dalam bahasa Turki ( "c" diucapkan dalam bahasa Turki seperti "dj" atau seperti "J" dalam "Yohanes" dalam bahasa Inggris), dikenal sebagai dengan berbagai nama yang berbeda di dunia. Sebagai contoh; Turki mengatakan "Nasreddin Hoca;" Kazakhs, "Nasreddin Koja;" Yunani, "Nasreddin Hoja;" Azerbaijan, Afghan dan Iran, "Molla atau Mulla Nasrudin;" Arab, "Juha;" dan Tajik, "Mushfiqi". Dan beberapa ejaan dari Nasreddin: Nasrudin, Nasr ed-din dan Nashr al-din. Tahun 1996 dinyatakan sebagai "tahun Nasreddin Hoca" oleh UNESCO. (free translate from here)

Kangen akan kisah kisah humoris dan inspiratif sang Mullah, saya membuka-buka dokumen lama dari scrap box saya dan menemukan beberapa komik yang pernah saya buat sekitar tahun 2002/2003 an tentang sang Mullah ,


(click the picture to enlarge)


story by unknow
comic by me (fully hand drawing) :)



Kisah Si Semut Kecil



semut kecil berjalan beriring..
menuju pohon di sisi tebing...
di pucuk pohon mentari tersungging..
karna langit tlah mulai menguning..

Semut kecil memandang langit..
tak gentar pula melongok jurang...
Meski kaki terasa sakit...
tapi tak pernah berpatah arang...

Semut kecil berpaku diam..
dipandangnya horizon yang kian kelam...
walau hari tlah beranjak malam..
tak gentar jalan dibawah temaram..

Semut kecil bergerak perlahan...
disapanya rumput jalan..
bergoyang-goyang kiri ke kanan ...
berderak derak bagai rintihan...

Semut kecil termenung di sarang..
memandang langit bintang gemintang...
nikmati malam yang sunyi tenang ..
menunggu pagi yang lama datang..

Semut kecil mulai terpejam..
Seiring waktu yang tak mengenal jam...
mimpikan dunia yang damai tentram..
harapkan esok bersahut salam...







menunggu detik detik Ramadhan ...

Opera Si Super Sibuk

KODAK EASYSHARE C643

Seorang lelaki muda berjalan tergopoh-gopoh menuju masjid. Sandal jepitnya membuat bunyi-bunyian yang lucu ketika menghantam jalanan aspal yang becek. Tangan kanannya menggenggam kantong plastik berwarna hitam. Setelah mengambil wudhu, lelaki itu masuk kedalam mesjid dan mengeluarkan baju "koko" dari plastik hitam yang dibawanya yang kemudian dipakainya untuk shalat berjamaah. Aku mengenal lelaki itu. Seorang pedagang Es Campur di pojok jalan. Lima kali sehari ia selalu berjalan meninggalkan gerobak es nya menuju masjid ketika mendengar kumandang adzan.

Ya.. dia hanya seorang penjual es campur.

Lantas siapakah kita?
Orang yang selalu sibuk setiap waktu hingga terlalu sibuk untuk menyambut panggilan adzan tepat pada waktunya.

Umar bin abdul aziz, salah satu khalifah islam yang melegenda bahkan dijuluki Khulafaur Rasyidin ke 5 setelah Abu Bakar As-Shidiq, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, ketika kecil pernah menggunduli rambutnya, hanya karena pada suatu ketika ia terlambat mengikuti takbiratul ikram pada shalat berjamaah gara-gara terlalu sibuk merapikan rambutnya. Padahal hanya takbiratul ikram yang tertinggal. Sementara itu, buyutnya, Umar bin Khatab, mensodaqahkan kebunnya hanya gara-gara ia terlambat shalat berjamaah ashar karena terlalu asyik dikebunnya.

Sementara kita, orang yang selalu sibuk ini, mungkin masih berasyik masyuk dengan pekerjaan ketika adzan bahkan iqamah dikumandangkan. Atau mungkin sengaja memperlambat diri hingga tertinggal 1 atau 2 rakaat karena sedang tanggung menonton acara gosip di televisi.

Lantas Siapakah kita?
Orang yang terlalu sibuk hingga tidak memperhatikan pakaian yang pantas dikenakannya ketika menghadap-Nya.

Orang tua di betawi biasanya akan menjitak kepala anaknya kalau anaknya shalat hanya dengan menggunakan pakaian main. Bagi mereka harus dibedakan antara pakaian yang dipakai untuk shalat dan pakaian yang dipakai sehari hari. Shalatnya tetap sah memang. Tetapi mereka memandang tidak sopan kalau shalat, yang sejatinya menghadap Raja segala Raja, hanya menggunkan pakaian seadanya, padahal masih ada pakaian lain yang lebih bagus dan pantas.

Suatu hari, di jumat siang yang panas, saya melaksanakan shalat jumat di masjid belakang kantor. Setelah mencari-cari tempat yang kosong akhirnya mendapatkan tempat shalat di shaft kedua. Semilir kipas angin diatas kepala lambat laun membuat kepalaku tentunduk. Tapi itu hanya sementara, karena ketika mata ini tertuju ke bawah terlihat belahan pantat orang yang duduk persis didepanku. Pakaian dan celananya yang ketat membuat sebagian punggung bawah dan pangkal pantatnya tersingkap dan terlihat jelas oleh orang dibelakangnya. Sungguh bukan pemandangan yang enak untuk dilihat. Beginikah pakaian yang dipakai untuk menghadap seorang Raja atau Presiden? padahal yang ia temui adalah Raja dari segala Raja.

Dilain tempat saya pernah shalat berjamaah dengan sesekali menahan nafas. Pasalnya bau badan orang disamping kiri dan kanan sungguh menyengat hidung. Entah karena orang itu habis beraktifitas seharian ataupun karena bau bajunya yang setengah kering.

Padahal rasulullah melarang orang yang memakan bawang menghadiri shalat berjamaah karena dapat mengganggu jamaah yang lain karena baunya. Lantas bagaimana dengan orang yang membawa bau badan atau pakaiannya shalat berjamaah? Alangkah baiknya seandainya mereka menyegarkan dirinya sebelum shalat, tidak memakai pakaian yang berbau menyengat karena tidak terlalu kering, atau setidaknya ia memakai wewangian sebelumnya.

Maka tidak salah kalau rasulullah justru menyunahkan wewangian untuk laki-laki bukan untuk wanita karena setiap hari minimal lima kali kaum adam ini berkumpul bersama untuk shalat berjamaah.


Seandaianya setiap orang yang hendak shalat berjamaah merasa seperti hendak bertemu dengan kekasih pujaan hatinya, niscaya ia akan mempersiapkan diri sebaik mungkin, merapikan wajah dan badannya, memakai pakaian yang paling bagus dan mahal, memakai parfum yang paling wangi, dan akan selalu datang tepat waktu karena tidak ingin mengecewakan kekasihnya.

Seandainya....

Sekarang bayangkanlah berada di sebuah masjid, sedang shalat berjamaah dengan orang-orang yang berpakaian bagus dan bersih, muka orang-orang itu tampak segar layaknya orang yang baru mandi, rambutnya masih sedikit basah, dan tercium bau wewangian yang menyegarkan. Bagaimana kira-kira kualitas shalat anda bersama mereka?


Lantas Siapakah kita?
Hanya orang-orang yang sok sibuk, yang ketika mati tidak membawa apapun kecuali jasad yang terbujur kaku ...




3 Hari menjelang Ramadhan ...

Copyright © 2008 - My Lo(v/n)ely Journey - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template