No Body Is Perfect

Suatu malam, ketika sedang asyik berjalan-jalan di Mall Ambasador sambil melihat-lihat dvd bajakan tiba-tiba lewat seorang bule dengan pasangannya. Pasangannya orang Indonesia. Tapi mungkin dibesarkan secara bule karena tingginya hampir sekitar 2 meter. Setara dengan lelaki bule yang digandengnya. Pakaiannya seksi seadanya. Hampir semua bagian paha sampai mata kaki bisa dinikmati oleh semua mata disana. Kakinya jenjang, langsing , dan tinggi. Saya jadi teringat dengan buku bergambar yang pernah saya miliki ketika SD, di buku itu ada gambar binatang yang kakinya ramping dan tinggi, nama binatang itu "Jerapah".


Tapi bukan penampilan wanita itu yang menarik bagi saya. Karena, toh pemandangan seperti itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari di Jakarta. Bukan pula lelaki bule yang menjadi pasangannya, karena sebagai lelaki normal, tak ada ketertarikan sedikitpun dengan sesame jenis, walaupun dia bule. Apalagi tentang hewan yang bernama Jerapah. Bukan. Bukan itu semua yang membuat saya tertarik.

Ketika pasangan tersebut lewat didepan counter DVD bajakan, sayup sayup saya mendengar percakapan dua gadis penjaga counter mengomentari sang wanita yang tinggi semampai tersebut.


“ Tinggi amat ya!”

Iya, TAPI cakep ya “


Ding….

Tiba tiba tertangkap sebuah frase di telinga saya “Tinggi TAPI cakep”. Kenapa harus ada embel embel “TAPI” nya. Apa perempuan tinggi tidak boleh cakep? atau selama ini para penjaga counter tersebut banyak melihat orang-orang yang tinggi tidak cakep?

Potongan frase yang sempat saya dengar tersebut mengingatkan saya akan ketidak sempurnaan makhluk Tuhan yang bernama manusia. Walaupun secara bentuk manusia ini sempurna, tapi tidak demikian dalam kenyataannya. Ada orang yang tinggi tapi jelek, sementara itu ada orang yang cakep tapi pendek. Ada orang kaya tapi bodoh, disisi lain ada orang pintar tapi miskin. Mungkin saja wanita yang tinggi dan cantik tersebut terlihat sempurna, tapi siapa tahu sifatnya? Seseorang yang terlihat sempurna oleh orang lain pasti tidak akan pernah merasa sempurna bagi dirinya sendiri.


“ …. dan manusia dijadikan bersifat lemah.”(Qs. Annisa(4):28)


Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yang mendekatkannya ke pada kesempurnaan, sementar kekurangannya menjegal tangga menuju kesempurnaan itu. Tapi kesempurnaan tidak menjadi tolak ukur untuk seseorang menjalani kehidupan. Hidup tidak memerlukan kesempurnaan. Orang yang sukses bukan orang yang sempurna, tapi orang yang mengejar kesempurnaan. Orang yang sukses adalah orang yang fokus pada kelebihan yang dimilikinya, bukan pada kekurangannya. Ia mampu mengalihkan waktu berkeluh kesah pada kekurangnnya untuk menekuni kelebihannya.


“ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (Qs.AlMa’aaru(70): 19)


Ada seorang anak SD yang baru menerima raport. Nilai matematikanya 5. Sementara nilai Bahasa Indonesia dan nilai Keseniannya 8. Melihat nilai matematikanya merah, orang tua si anak marah-marah dan menuntutnya agar belajar Matematika dengan giat , sampai dikursuskanlah anak tersebut hanya untuk memperbaiki nilai matematikanya yang jeblok. Tapi apa daya, memang anaknya tidak punya bakat di bidang itu, pada saat menerima rapot berikutanya, nilai matematikanya hanya naik satu angka menjadi 6. Dan begitu seterusnya, orang tua si anak menuntut agar si anak terus menekuni mata pelajaran yang menjadi kelemahannya. Hingga kemudian anak itu tumbuh besar dan menjadi orang yang biasa-biasa saja, tanpa prestasi. Coba bayangkan seandainya orang tua tersebut lebih memfokuskan dan memberikan dukungan kepada mata pelajaran yang menjadi kelebihan sang anak. Bukan tidak mungkin kalau setelah dewasa, sang anak bisa menjadi pakar sastra, penulis handal, atau mungkin seniman terkemuka.

Ketidaksempurnaan bukan alasan untuk tidak berbuat. Jangan karena kita tidak merasa belum sempurna lantas kita tidak berbuat hal posistif yang kita bisa. Jangan karena kita memiliki banyak kekurangan lantas kita merasa hidup ini tidak hidup. Setiap orang pasti memiliki kelebihan, kelebihan yang tampak, kelebihan yang dirasakan. Fokuskan saja energi pada berbagai kelebihan tersebut dan buat hidup ini menjadi lebih hidup.

Mengejar kesempurnaan adalah keniscayaan, tapi menjadi sempurna hanyalah utopia. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik TUHAN. Menyadarinya membuat kita lebih dewasa menyikapi hidup dan membuat kita lebih bersyukur.


"…..Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih" (Qs. Ibrahim (14):7)

0 comments:

Copyright © 2008 - My Lo(v/n)ely Journey - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template